Langsung ke konten utama

Memaksimalkan Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Utama Anak

PEMAIN Timnas Jerman Lukas Podolski (kiri) menggendong anaknya Louis Gabriel Podolski saat merayakan kemenangan usai laga final Piala Dunia 2014 di Rio de Janeiro, Brazil. (foto:www.alamy.com)

PIALA Dunia 2018 yang digelar di Rusia baru saja berakhir. Bahkan euforia ajang kompetisi sepak bola empat tahunan itu masih terasa sampai saat ini.

Namun dalam tulisan ini, saya tidak mau membahas Piala Dunia yang dimenangi Timnas Prancis itu. Melainkan akan melihat kembali momen-momen menarik pada Piala Dunia musim sebelumnya. Yakni Piala Dunia 2014 yang dihelat di Brazil.

Momen menarik yang saya maksud tidak ada kaitannya dengan bola, sebenarnya. Melainkan berkaitan dengan pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak. Sesuai dengan judul tulisan blog ini.

Momen tersebut tercipta saat Timnas Jerman merayakan kemenangannya setelah melakoni laga final kontra Argentina di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Brazil, pada Senin 14 Juli 2014. Saat itu, sejumlah pemain Tim Panser -julukan Timnas Jerman- larut dalam kegembiraan. Mereka bersuka ria merayakan kemenangan di tengah lapangan usai menerima tropi.

Tak terkecuali Lukas Podolski. Pemain senior Jerman itu juga ikut jingkrak-jingkrak bersama squad Timnas Jerman lainnya. Namun yang menyita perhatian, saat itu Lukas membawa serta putranya: Louis Gabriel Podolski.

Lalu apa hubungannya momen ini dengan pendidikan anak? Atau ada pertanyaan, pendidikan apa yang disampaikan Podolski untuk putranya?

Tentu ada hubungannya. Bagi Louis -yang saat itu baru berusia 6 tahun- bisa jadi itu menjadi momen yang amat sangat berharga. Ia akan mengenang momen itu menjadi peristiwa yang penuh pesan dan kesan. Bahwa ayahnya adalah seorang bintang lapangan hijau yang patut ia banggakan.

Maka, kelak jika ia juga tumbuh menjadi pesepak bola andal, maka orang akan dengan mudah mengatakan: oh, dia hebat karena bapaknya. Dia mewarisi bakat orang tuanya. Dia pasti banyak belajar dari bapaknya. Dan lain sebagainya.

Sayangnya, kebanyakan orang hanya meyakini sebatas itu saja. Bahwa bakat seorang anak adalah warisan dari orang tuanya. Bakat seorang anak adalah gift. Berkah dari Tuhan.

Mungkin itu tak sepenuhnya salah. Tapi juga tidak seratus persen benar. Sebab, bagaimanapun ada proses yang cukup panjang sebelum seorang anak bisa menjadi sukses seperti orang tuanya. Atau bahkan lebih hebat dari ayahnya.

Ambil contoh figur pemain bulu tangkis Indonesia yang kini tengah naik daun: Tommy Sugiarto. Putra legenda hidup bulu tangkis Indonesia, Icuk Sugiarto, ini tidak ujug-ujug bisa main bulu tangkis dan berhasil bertengnger di peringkat pertama pemain bulu tangkis di dunia versi BWF di pekan ke-20 musim 2018.

Ada proses panjang yang dilalui Tommy sebelum ia sesukses sekarang ini. Ia bahkan belajar sejak dini. Namun ia juga tidak serta merta menggeluti dunia bulu tangkis tanpa ada arahan, bimbingan, dan binaan dari ayahnya: Icuk Sugiarto. Yang kemudian juga menjadi pelatih dan gurunya.

Artinya, dalam pendidikan anak, orang tua memegang peranan penting. Sangat penting. Bagaimana ornag tua harus membimbing, mengarahkan, dan mendeteksi untuk kemudian mengembangkan bakat masing-masing anaknya. Jadi, teori atau istilah like father like son tidak sepenuhnya berjalan natural.

Bukan hanya soal bakat. Orang tua juga memiliki andil yang sangat besar dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Sebab sebelum berinteraksi dengan lingkungan sekitar, temasuk sekolah, anak-anak harus sudah dibekali dengan ilmu dan pendidikan yang sangat mendasar.

Seperti, mislanya, soal sopan santun, kejujuran, toleransi, kepedulian sosial, dan lain sebagainya. Dan, ilmu atau pendidikan dasar itu menjadi tanggung jawab orang tua. Itulah sebabnya, orang tua kerap disebut sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Orang tua adalah guru utama bagi anak-anaknya.

ORANG tua harus senantiasa mendampingi anaknya saat belajar, terutama di rumah. Sebagai pendidik utama anak, orang tua harus memiliki peran yang besar dalam pendidikan dan tumbuh kembang anaknya. (foto: sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id)

Seperti dikutip di laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id dalam tulisan berjudul Pentingnya Orang Tua Terlibat Dalam Pendidikan Anak, para orang tua harus mulai menanamkan nilai kehidupan sejak dini pada anaknya. Misalnya nilai-nilai integritas atau kejujuran. Seharusnya penanaman nilai-nilai kejujuran sudah selesai di ranah keluarga sebelum anak masuk sekolah. Sayangnya, kenyataannya tidak demikian.

Sehingga salah satu solusi terkait masalah tersebut adalah pembinaan keluarga. Konsep ini melibatkan orang tua agar lebih aktif berpartisipasi dalam pendidikan anak-anak. Para orang tua harus memerhatikan hasil belajar anak-anak di sekolah, atau berkonsultasi dengan guru, hingga melihat langsung proses kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Metode pembinaan keluarga dapat mempersiapkan para orang tua dalam mendidik anak-anak mereka di satuan pendidikan. Karena anak lebih banyak menghabiskan waktu mereka di rumah, jadi perlu adanya pembinaan keluarga.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pendidikan Keluarga sendiri saat ini tengah menjalankan sejumlah program pendidikan keluarga di satuan pendidikan. Salah satu program utama yakni mengajak orang tua mengantar anak masuk sekolah di hari pertama sekolah. Selain itu, orang tua juga diharapkan bisa berpartisipasi aktif baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Orang tua diharapkan menjalin komunikasi intensif dengan sekolah demi perkembangan pendidikan anak.

Selengkapnya baca di https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=3328.

Sebagai pendidik utama, orang tua juga harus menyiapkan fondasi mental bagi anak-anaknya. Sehingga jika kelak sang anak kurang pandai bergaul dengan teman-temanya di sekolah, orang tua tidak seharusnya menyalahkan pihak sekolah. Jika kelak sikap anaknya kurang baik dengan sesama temannya, para orang tua tidak boleh langsung mengecap pendidikan di sekolah tidak baik.

Sebab, sesungguhnya tugas pendidikan anak ada di pundak orang tua. Seperti ditulis di laman www.sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id dalam tulisan berjudul Orang Tua Pendidik Utama Anak,orang tua perlu menyadari tugas mereka sesungguhnya dalam kaitan pendidikan anak, yakni:
  • Pertama, orang tua merupakan orang yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan anak-anaknya. Sehingga memang ada baiknya orang tua mencatat setiap perkembangan anak di sebuah katalog. Jka ini membosankan, orang tua bisa menuliskan perkembangan anak dalam status di media sosial.
  • Kedua, orang tua merupakan orang yang pertama berinteraksi dengan anak-anaknya sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain. Ini berarti orang tua perlu mencurahkan ilmu dan tenaganya untuk berinteraksi dengan anak. Jika orang tua hanya berinteraksi sebisanya dan seadanya waktu, maka masa depan anak dipertaruhkan
  • Ketiga, lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kepribadian anak. Hal ini perlu disadari, karena terkadang kita yang sudah menyadari cara berkomunikasi yang baik juga masih kesulitan untuk memberi contoh tindakan yang baik.
  • Keempat, waktu yang dimiliki anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama orang tua. Dengan demikian pengasuhan anak menjadi tanggungjawab utama orang tua. Jika orang tua sibuk bekerja, manfaatkanlah waktu cuti untuk menjadikannya waktu berkualitas bagi keluarga. (Selengkapnya baca: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4522).
Apalagi di era saat ini. Dimana informasi dan teknologi berkembang dengan pesat. Tanpa peran aktif orang tua, bisa jadi anak-anak akan menjadi sasaran paparan negatif arus informasi dan teknologi itu.

Ambil contoh. Misalnya di sekolah teman kelas anak kita suka main gadget. Otomatis anak juga akan terpengaruh. Jika orang tua tidak cepat tanggap, ini bisa menjadi masalah tersendiri bagi anak.

Atau soal perilaku sosial. Sebagai makhluk sosial, tentu anak-anak tidak pernah bisa lepas dengan interaksi dengan lingkungan. Baik dengan anak-anak sebaya, maupun dengan orang yang lebih dewasa.

Interaksi sosial ini juga kerap mendatangkan dampak yang kurang baik. Misalnya, anak-anak sering berkata kotor layaknya orang dewasa. Atau meniru anak-anak yang lebih besar dari mereka.

Dan sekali lagi, perilaku anak-anak yang lebih besar itu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor perkembangan teknologi. Baik melalui televisi, maupun video-video yang bisa dengan mudah mereka akses dan tonton melalui ponsel pintar mereka. Sebab saat ini anak-anak sudah sangat familiar dengan yang namanya internet dan gadget.

Sebagai pendidik utama, orang tua harus selalu aware dengan 'ancaman-ancaman' itu. Orang tua tidak bisa lepas begitu saja dan menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya pada pihak sekolah. Orang tua harus mendampingi anak-anak pada setiap pelajaran yang mereka lalui, khususnya pada usia dini.

Hal ini sangat penting, karena sistem pelajaran di sekolah bersifat massal. Guru tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk membimbing siswa satu per satu. Kalau ada anak yang tertinggal, ia akan dipaksa untuk mengejar ketertinggalannya. Guru tidak akan memberi bimbingan yang sifatnya pribadi. Bagian ini menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua harus membimbing anak berbasis pada pemahaman ia tentang watak dan potensi pribadi anaknya. Hanya ia yang bisa menyelami kesulitan anaknya.

Selain itu, belajar bersama adalah momen yang penting untuk berkomunikasi dengan anak. Sebab dari situ orang tua akan tahu dimana kelemahan dan kelebihan sang anak, apa kekurangan anak, apa masalah anak, dan lain sebagainya. Dengan deteksi dini itu, maka orang tua juga akan berusaha mencari solusinya lebih awal pula.

Bicara peran orang tua dalam pendidikan anak, semuanya bisa diawali dari rumah. Ada banyak peran yang bisa dilakukan orang tua dalam mendidik anak di rumah. Antara lain:

  • Menanamkan dasar pendidikan moral anak
  • Memberikan dasar pendidikan sosial
  • Meletakan dasar-dasar pendidikan agama
  • Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
  • Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan
  • Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh
Tak hanya di rumah, orang tua juga harus tetap melanjutkan pendampingan dan kontrolnya saat anak belajar di sekolah. Ada beberapa peran orang tua dalam pendidikan anak di sekolah. Antara lain:
  • Orang tua bekerja sama dengan sekolah
  • Bekonsultasi dengan guru
  • Bekerja sama dengan guru dalam mengatasi kekurangan anak
Intinya, melalui tulisan ini, para orang tua harus mampu menjadi guru bagi anak-anaknya. Setidaknya harus menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Sebenarnya, secara alamiah dan naluriah, semua orang tua mampu untuk itu. Namun dalam banyak kasus, mereka tidak mau melakukannya. Semoga bermanfaat.

#shabatkeluarga, #TantanganPendidikanAnak, #PendidikanAnakKekinian, #OranngTuaZamanNow

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WELCOME EMERON, SELAMAT TINGGAL RAMBUT LEPEK

Sebagai seorang ibu rumah tangga sekaligus wanita bekerja banyak aktivitas yang saya lakukan. Dirumah mulai dari mengurus anak, memasak, mencuci baju, strika sampai dengan beres-beres rumah. Hal itu membuat saya mempunyai masalah dengan rambut. Apalagi pulang pergi kerja saya menggunakan motor alias bikers. Belum lagi jika stress kerjaan tidak selesai-selesai. Selama di rumah rambut saya biarkan tidak tertutup hijab, biar rambut dapat bernafas. Tapi hal itu menyebabkan rambut saya mudah kotor karena makanan anak-anak, uap masakan sampai dengan debu saat beres-beres rumah. Dan basah dengan keringat pastinya karena semua aktivitas tersebut. Sehingga bau dan lepek pasti menghinggapi rambut saya. Belum lagi saat pulang pergi kerja  rambut saya sudah tertutup hijab masih ditutup lagi dengan helm dan hal itu menambah list problem dengan rambut kian panjang. Entah itu ketombe, rontok, maupun rambut lepek. Dan saat sampai kantor dengan ruangan ber AC, rambut saya harus menye...

MAAF, JANGAN CURANG !!!ALLAH MAHA MENGETAHUI.....

MAAF, JANGAN CURANG! ALLAH MAHA MENGETAHUI... Seperti pedang bermata dua, bisnis yang dikelola tanpa melibatkan Allah bisa jadi jalan maksiat bagi pemilik dan karyawannya dan endingnya kebangkrutan dan kehancuran disana. Disisi lainnya, bisnismu adalah ladang ibadahmu, bahkan bisa jadi ladang syiarmu! Mengelola usaha dengan baik sesuai dengan ilmu berdagang yang jujur, selalu merasa diawasi Allah sehingga sangat hati-hati dalam melayani pelanggannya. Sebuah toko aksesoris mobil di Jogja yang saya temui memasang tulisan ini di depan tokonya.. MOHON MAAF: 1. Tidak melayani nota kosong 2. Tidak melayani markup/nota dinaikkan dari harga asli. 3. Tidak melayani nota fiktif 4. Nota yang tidak sesuai harga aslinya tidak akan ditandatangani dan tidak akan di cap. ALLAH MAHA MENGETAHUI Masih ada pukulan telak dibawahnya: “MAAF ALAT GESEK TIDAK BISA KARTU KREDIT” Dua kali “maaf” yang bikin nyesek! Para catuters dan para utangers akan melintir dari toko ini. Berapa banyak mereka...

Menyemai Semangat Anak Muda di Kampung Tua

GERBANG Kampung Tua Tanjung Piayu, Kota Batam, Kepulauan Riau. Foto: nana's story CUACA cerah membuat sinar mentari terasa menyengat saat kaki memasuki Kampung Tua Tanjung Piayu, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (30/09/2018) lalu. Padahal jarum jam baru menunjukkan pukul 10.00 WIB. Tapi rasanya seperti tengah hari. Angin laut yang semilir membuat permukiman di pesisir pantai itu terasa semakin gerah. Sehingga tak heran jika kampung tersebut terlihat sepi. Dengan cuaca yang gerah seperti itu, kebanyakan warganya memilih berdiam di dalam rumah ditemani kipas angin. Namun tidak bagi Nurma. Warga RT 02 RW 10 itu terlihat sibuk di ruang tamu rumahnya. Pagi itu, ia sedang merangkai bunga hias dari cangkang kerang laut yang telah dicat beraneka warna. Dengan cekatan, tangannya kemudian menyusun rangkaian bunga hias itu ke dalam vas bunga. Jadilah bunga hiasan meja yang cantik, warna-warni. Tak hanya Nurma, beberapa ibu rumah tangga lainnya Tanjung Piayu Laut juga tak kalah sibuk....