Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi pada 2020 hingga 2030. Kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif mencapai 70 persen dari total penduduk Indonesia di masa tersebut.
Penduduk yang masuk kategori usia produktif adalah mereka yang memiliki usia antara 15-64. Sedangkan sisanya, atau 30 persen penduduk Indonesia pada 2020-2030 masuk kategori usia tidak produktif. Yaitu usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 65 tahun.
Dari 70 persen jumlah penduduk usia produktif itu, 32 persen di antaranya masuk kategori generasi milenial. Yaitu mereka yang memiliki usia antara 15 tahun hingga 39 tahun.
Jika jumlah penduduk Indonesia saat ini 258 juta jiwa, maka pada 2020-2030 nanti di negeri ini ada sekitar 84 juta generasi milenial (32 persen dari 258 juta).
Siapakah generasi milenial itu?
Generasi milenial (milennials) atau kadang juga disebut dengan generasi Y adalah kelompok orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000-an. Maka ini berarti millenials adalah generasi muda yang berumur 17-37 pada tahun 2018 ini. Generasi milenial sering dianggap spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan teknologi.
Secara umum, generasi milenial ini bisa dikatakan generasi yang identik dengan teknologi. Mereka yang akrab dengan era digital dan teknologi informasi kekinian.
Lalu, mengapa generasi milenial disebut bonus demografi? Apa positifnya? Bukankah mereka lebih sering sibuk dengan gawainya ketimbang berinteraksi dengan lingkungan?
Benar. Bonus demografi ini memang bisa saja menjadi sebuah persoalan serius. Tapi jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, maka dominasi generasi milenial ini bisa menjadi berkah tersendiri bagi membangunan ekonomi di dalam negeri.
Jika bisa digarap dengan baik, kehadiran generasi milenial yang melimpah tentunya menjadi harapan baru bagi kemajuan Indonesia, khususnya dalam pertumbuhan ekonomi. Sebab mereka memiliki karakter tersendiri, cara bekerja yang berbeda, memandang masalah dengan cara berbeda, dan tentunya menghasilkan karya dengan cara yang berbeda.
Salah satu faktornya adalah karena generasi millenial lahir dan berkembang di era digital, zaman yang serba high technology, dan tidak bisa lepas dalam kesehariannya dengan berbagai perangkat digital atau platform online. Namun di sinilah letak peluang itu.
Jumlah generasi milenial Indonesia yang begitu banya, menjadi peluang dan sasaran pasar yang strategis bagi berbagai bentuk produk. Baik itu produk konsumsi, kebutuhan sehari-hari, pendidikan, wisata, dan lain sebagainya. Namun, untuk dapat menembus pasar milenial itu, harus terobosan dan strategi kekinian dengan memanfaatkan teknologi.
Termasuklah koperasi. Meskipun koperasi pada dasarnya merupakan sistem ekonomi yang sudah cukup modern, namun pada kenyataannya koperasi saat ini sudah mulai banyak ditinggalkan. Koperasi sering diidentikkan dengan sistem ekonominya kalangan tua yang konvensional.
Jika koperasi masih bertahan dengan cara-cara konvensional seperti saat ini, maka sudah pasti lama-lama koperasi akan mati. Koperasi akan ditinggalkan masyarakat.
Seperti yang pernah disampaikan Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring, koperasi di masa kini harus berbenah. Harus mampu merebut hati para generasi milenial.
"Generasi milenial yang akan memiliki koperasi di masa depan," kata Meliadi seperti dikutip kontan.co.id, beberapa waktu lalu.
Bahkan Meliadi menggambarkan betapa masa depan koperasi ini sangat suram. Itu jika generasi milenial di negeri ini cuek dan tidak peduli lagi dengan kelestarian koperasi. Dengan segala nilai budaya serta prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan yang ada dalam semangat koperasi.
Namun sekali lagi, tentu kita tidak bisa berharap dan hanya menunggu kepedulian kaum milenial. Sebaliknya, para penyelenggara koperasilah yang harus melakukan revolusi digital dengan membuat terobosan-terobosan supaya brand koperasi itu kembali bersinar di kalangan generasi milenial. Sehingga mereka mau dan bangga berkoperasi.
Setidaknya ada beberapa langkah dan strategi yang bisa ditempuh untuk mem-branding kembali koperadi di era generasi milenial saat ini.
1. Sosialisasi dan Edukasi Secara Intens
Sosialisasi di sini tentu adalah sosialisasi dan pemahaman tentang koperasi kepada kalangan muda atau kaum milenial. Kementerian Koperasi dan UKM atau dinas-dinas koperasi di daerah harus getol mem-branding koperasi di kalangan anak muda.
Branding ini bisa dimulai di sekolah-sekolah. Atau di kalangan para mahasiswa di kampus-kampus. Sehingga kaum muda benar-benar memahami apa saja prinsip-prinsip ekonomi yang ada pada koperasi.
2. Mengubah Image Koperasi
Karena zaman sekarang merupakan zamannya teknologi informasi, koperasi juga harus mengikuti perkembangan zaman. Perlu ada terobosan dan inovasi koperasi untuk mengubah image atau kesan kuno pada koperasi.
3. Memanfaatkan Teknologi
Terkait langkah mengubah image, koperasi bisa memanfaatkan media sosial seperti Youtube, Facebook, Instagram, WhatsApp, dan platform online lainnya untuk me-rebranding koperasi.
Selain itu, penyelenggaraan koperasi juga perlu mulai beralih ke sistem digital. Misalnya soal pembayaran atau belanja anggota koperasi. Sebaiknya koperasi mulai menerapkan sistem pembayaran dengan uang elektronik (e-money) bagi anggota yang ingin berbelanja di koperasi.
Dengan sistem ini, selain menghadirkan kesan modern, koperasi juga bisa mencegah terjadinya kesalahan pencatatan transaksi belanja anggotanya. Biasanya kasus seperti ini kerap terjadi pada koperasi karyawan di perusahaan-perusahaan. Mereka kerap mengeluh dipotong gaji dengan alasan belanja di koperasi. Padahal mereka tidak belanja di koperasi.
Jika perlu, koperasi bisa membuat sebuah aplikasi android atau IOS untuk anggota koperasi sehingga mereka dapat mengakses informasi yang dibutuhkan tentang koperasi, seperti saldo, pinjaman, dan lainnya melalui genggaman.
4. Sinergi Lintas Instansi
Semua pihak, baik pemerintah, swasta dan masyarakat harus memiliki sinergi untuk menggerakan kembali sistem ekonomi koperasi di Indonesia. Pemerintah sebagai pembuat regulasi, swasta dan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan perekonomian, harus mampu merasakan keuntungan dan keunggulan dari penerapan sistem ekonomi koperasi dibanding sistem ekonomi lainnya.
5. SDM Berkualitas
Ketersediaan SDM yang berkulaitas merupakan kebutuhan yang mendasar dan sangat penting dalam upaya memajukan koperasi. Tidak hanya orang yang sekedar mau menjadi anggota melainkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan dan pengembangan koperasi.
5. Inovasi
Tak hanya memanfaatkan teknologi, koperasi juga harus banyak melakukan inovasi dalam hal produksi. Misalnya, koperasi yang bergerak di bidang serba usaha (KSU) harus mengikuti perkembangan kebutuhan konsumen. Minimal kebutuhan anggotanya.
Atau, produksi koperasi harus menyesuaikan perkembangan zaman. Termasuk dalam hal tampilan kemasan. Harus dibuat semenarik mungkin sehingga akan muncul brand image yang positif pada koperasi.
Jika tidak melakukan inovasi dan terobosan teknologi seperti ini, maka jangan berharap koperasi akan dilirik oleh generasi milenial yang akan menguasai negeri ini. Sebaliknya, jika strategi dan inovasi ini dilakukan, maka kecemasan Pak Meliadi Sembiring selaku Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM yang menyebut masa depan koperasi Indonesia bakal suram, tidak akan terwujud. ***
Komentar
Posting Komentar