Anak keduaku,
Ahsan Alhamdulilah diusianya ke 1 tahun 8 bulan sudah tidak pakai diapers lagi.
Meskipun dia tidak dapat menggantikan rekor abangnya yang sejak 1,5 tahun sudah
lepas dari diapers. Sejak membaca artikel yang menyebutkan bahwa pemakaian diapers
dapat menyebabkan anak mandul. Aku bertekad untuk tidak memakaian diapers pada
anakku.
Artikel itu kurang lebih seperti ini : https://menikharyani.wordpress.com/2010/01/20/diapers-alias-popok-bayi-bikin-anak-jadi-mandul-kata-siapa/
Penelitian yang dilakukan di Universitas Kiel Jerman
menyimpulkan bahwa diapers berisiko menimbulkan infertilitas. Hasil penelitian
dilaporkan dalam “Achieves of Diseases in Childhood” yang
dipublikasikan oleh jurnal kesehatan Inggris, British Medical Journal.
Disebutkan bahwa diapers memiliki efek samping dalam perkembangan sistem
reproduksi bayi laki-laki. Para ilmuwan di sana menemukan bahwa diapers yang
berbahan dasar plastik dapat meningkatkan suhu skrotum (kantung testis)
sebanyak satu derajat Celcius. Suhu skrotum yang tinggi diketahui menurunkan
jumlah sperma pada orang dewasa. Ilmuwan Jerman mempercayai penemuan mereka
dapat menjelaskan peningkatan infertilitas (kemandulan) pada laki-laki dan
turunnya jumlah sperma selama lebih dari 25 tahun lalu.
Hasil
penelitian itu dibantah oleh Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K). Menurutnya,
penggunaan diapers tak akan membuat bayi menjadi infertil. Kalaupun ada efek
samping, hubungannya adalah dengan iritasi kulit yang biasa disebut ruam popok,
dimana kulit di sekitar diapers akan keluar bintik-bintik kemerahan dan gatal.
Secara teori penggunaan diapers tidak berkaitan dengan infertilitas karena
angka kejadian infertilitas berhubungan dengan fungsi hormonal seorang dewasa
laki-laki maupun perempuan. Infertilitas pada laki-laki berhubungan dengan
produksi sperma yang dihasilkan oleh testis, sedangkan pada perempuan berkaitan
dengan ovulasi (proses pematangan sel telur) yang sangat erat hubungannya
dengan system hormon.
Senada
dengan penjelasan Dr. Rini, hasil penelitian di Jerman itu juga disangkal oleh
juru bicara The Absorbent Hygiene Products Manufactures Association, yang
mewakili pembuatan diapers. Juru bicara itu mengatakan bahwa penelitian
tersebut memiliki metodologi yang membingungkan. Tidak ada bukti yang mendukung
pernyataan yang dibuat oleh para ahli tersebut, sehingga tidak dapat dipercaya.
Oleh karena itu, diapers tetap aman.
Meskipun ada bantahan terhadap penelitian terdahulu,
aku masih kekeh untuk tidak memakaikan diapers pada anakku. Dari lahir sampai 3
bulan anak pertamaku Arkan tidak pakai diapers, dia memakai popok kain. Popok
kain aku gunakan sehari-hari, baik pagi sampai dengan malam. Saat Arkan ngompol
atau beol maka, aku harus cepat-cepat menggantinya. Karena saat merasa tidak nyaman,
Arkan akan menangis. Dan hal itu membuat dia sudah terbiasa, akhirnya kalo
ingin pipis atau beol Arkan akan menunjukkan gelagat atau bertingkah.
Saat bepergian aku lebih memilih clodi, untuk
menampung pipis Arkan. Ternyata, tidak semudah yang aku bayangkan, ketika itu
kami menghadiri acara akhikah saudara, Arkan gelisah merasa tidak nyaman. Aku
sudah feeling pasti ada yang telah terjadi, dan benar, saat aku buka clodi
Arkan udah penuh dengan poopnya. Waktu itu aku merasa anakku merasa tidak
nyaman dengan pemakaian clodi tersebut. Belum lagi harus membawa clodi penuh dengan
poop, dan agak galau dengan cara membersihkannya poop yang nempel di clodi.
Mulai saat itu, aku tidak lagi menggunakan clodi untuk
Arkan. Dengan sedikit merasa bersalah, akhirnya aku menggunakan diapers untuk
Arkan saat bepergian. Dan herannya karena terbiasa tidak menggunakan pampers
Arkan tidak mau pipis di diapers. Akhirnya setiap kali dia pingin pipis kami
buka diapersnya, dan dia baru mau pipis.
Namun, saat dia di rumah tidak memakai diapers, Arkan
masih pipis sembarangan. Kecuali kalo kami pas rajin nawarin dia untuk pipis di
toilet. Tidak selalu juga Arkan pandai pipis di toilet, saat kami tawarin ke
toilet dia gak mau pipis… eh 10 menit kemudian di ngompol di kursi. Memang
harus ekstra sabar untuk melatih anak-anak lulus toilet training.
Kalo siang hari kami (suami dan aku) lebih ke nawarin
dia untuk pipis di toilet. Sedangkan setiap malam, aku harus selalu terjaga,
saat Arkan rewel, akan langsung aku tatur kalo istilah jawanya. Taturnya di
baskom khusus pipis atau poop dia, sebelah baskom baru aku taruk air satu
gayung untuk cebok dia. Hal itu berlangsung sampai aku tidak sanggup lagi untuk
menatur Arkan karena aku hamil anak kedua.
Saat Arkan 8 bulan, pengasuh dirumah menawarkan
pemakaian diapers pada Arkan. Si pengasuh merasa kerepotan kalo harus membawa
arkan ke toilet atau kalo harus membersihkan bekas pipisnya yang tercecer di
lantai. Alasan yang paling masuk akan buatku saat Arkan main kerumah orang, gak
enak kalo nanti ngompol. Karena waktu itu Arkan sudah suka main ke rumah
tetangga.
Akhirnya, dengan berat hati ku putuskan Arkan memakai
diapers, meskipun di rumah. Alhamdulilah dia bisa pipis di pampers, meskipun
tadinya gak mau. Hal itu berlangsung sampai adiknya lahir. Karena aku sudah
merasa kuat lagi, Arkan kembali aku latih untuk toilet training. Setiap siang
aku tawarin untuk pipis, dan saat malam ketika dia menangis langsung aku bawa
ke kamar mandi. Meskipun terkadang dia gak mau pipis, tapi yang ada nangis
masih ngantuk di suruh pipis.
Alhamdulilah hanya dua bulan sejak saat itu, Arkan
akhirnya lulus toilet training, saat usia dia 1,5 tahun. Itu hal yang sangat
membahagiaan buat kami (ayah dan bundanya) karena disatu sisi pengeluaran kami
untuk diapers berkurang disisi lain Arkan sudah pandai pipis atau beol di
toilet.
Hal itu aku terapkan juga pada Ahsan anak keduaku.
Saat bepergian saja aku menggunakan diapers untuk Ahsan. Dan di rumah kembali
popok kain atau celana kain saja yang aku gunakan. Kesabaran ekstra harus
kumiliki saat itu, karena tidak jarang mereka justru ngompol, setelah baru 5
menit ditawarin untuk pipis di toilet.
Tawaran untuk pipis di toilet jangan berhenti di situ, beberapa jam setelah mengompol tawarin lagi untuk pipis di toilet. Pernah juga, belum lagi di bersihkan bekas ompolnya, sudah ngompol lagi. Atau terkadang lama baru ngompol. Memang butuh kesabaran ekstra dari ayah dan ibunya. Terkadang sampai bosan kita menawarkan pipis ke toilet kepada mereka. Namun sejak Ahsan sudah bisa mengucapkan kata pipis, saat dia mau buang air kecil. Hal itu terasa mudah.
Tawaran untuk pipis di toilet jangan berhenti di situ, beberapa jam setelah mengompol tawarin lagi untuk pipis di toilet. Pernah juga, belum lagi di bersihkan bekas ompolnya, sudah ngompol lagi. Atau terkadang lama baru ngompol. Memang butuh kesabaran ekstra dari ayah dan ibunya. Terkadang sampai bosan kita menawarkan pipis ke toilet kepada mereka. Namun sejak Ahsan sudah bisa mengucapkan kata pipis, saat dia mau buang air kecil. Hal itu terasa mudah.
Alhamdulilah saat Ahsan berumur 1 tahun 8 bulan, dia
benar-benar sudah lulus toilet training. Sekarang keunikannya Ahsan bisa beol
di toilet mana pun saat kami makan di luar. Alhamdulilahnya lagi dia sudah bisa
ngomong saat mau beol. Jadi harus muka tembok untuk minta izin memakai toilet warung
atau restoran.
Komentar
Posting Komentar